Tuesday, May 22, 2007

Mimi lan Mintuna

Satu lagi novel si penulis mbeling, Remy Sylado, terbit. Mimi lan Mintuna, diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) pertama kali pada Maret 2007.
Kali ini Remy mengangkat kisah yang saat ini sedang banyak dibicarakan, kisah perdagangan perempuan Indonesia ke luar negeri. Satu yang menjadi ciri khas dari novel2 Remy adalah objek penderita dia biasanya seorang wanita yang berasal dari kaum marjinal, yang harus berjuang melawan kerasnya hidup, dan akhirnya berhasil keluar sebagai pemenang (dari situasi yang berat). Seperti itu jugalah novel Mimi lan Mintuna ini.

Indayati, wanita beranak satu yang berasal dari Gunungpati, Ungaran, diperdaya oleh sindikat pedagang perempuan internasional. Kehidupan rumah tangga Indayati yang sangat menyedihkan membuat dia harus pergi meninggalkan Gunungpati dan akhirnya sampai ke Manado. Di Manado inilah dia bertemu dengan para sindikat itu. Meski sejak awal dia sudah menolak untuk terlibat dalam pembuatan film di Bangkok yang diiming-imingi oleh sindikat itu, tapi nasib membawanya ke sana juga. Di Bangkok dia dipaksa menjadi model dan bintang film porno sekaligus pemuas nafsu lelaki hidung belang.

Adapun Petrus, yang di kampungnya lebih beken dengan nama Petruk, adalah suami Indayati yang selalu memperlakukan Indayati dengan kasar (baca: menyiksa). Selain itu, Petruk juga dikenal sebagai preman kampung yang selalu memalak uang dan miras dari warung2 di sekitar rumahnya. Hal ini membuatnya dibenci oleh penduduk kampung, bahkan ada yang sampai menyewa pembunuh bayaran untuk menembak mati si Petruk. Dasar untung, si Petruk ternyata lolos dari maut. Tapi kondisi ini juga yang membuat si preman ini akhirnya bertobat dan bertekad mencari istrinya hingga ke ujung bumi untuk menebus sikapnya yang selama ini selalu menyia-nyiakan istrinya.

Cerita yang tampaknya biasa saja, tapi menjadi luar biasa karena Remy yang nulis :) Remy memang selalu pandai memikat pembaca dengan bahasa2 dan pemilihan kata2nya yang khas. Gaya bahasa kenes ala koran sungguh jauh dari novel2 dia :) Cara penulisan dia juga progresif, tidak pake alur mundur, bikin novel ini jadi terasa 'ringan'. Belum lagi sentilan2 manis ala Remy terhadap performance pejabat dan aparat keamanan di negeri ini (dan juga di Thailand) membuat novel ini makin menarik.

Judul novel ini juga bikin saya penasaran. Di bagian awal, 'Mimi lan Mintuna' hanya sekali disebutkan. Jadi sepanjang membaca buku itu, saya terus2an mencoba menarik satu kesimpulan tentang arti harfiah 'Mimi lan Mintuna'. Tapi gak dapet2 juga :) Di akhir cerita, lewat petuah2 mertua Indayati, Remy akhirnya berbaik hati menjelaskan artinya.
Mimi adalah unam, sejenis siput laut. Mintuna adalah belangkas, sejenis ketam berekor. Mimi dan Mintuna adalah dua hewan yang berbeda jenis tetapi mereka bisa hidup rukun dan damai di pesisir pantai. Kalau Mimi hilang atau mati, Mintuna akan terus mencari dan menunggunya. Jika ternyata dia tidak berhasil menemukan Mimi, dengan sengaja dia membiarkan dirinya mati di pasir pantai...

Yang agak mengganggu mata saya ketika membaca novel ini adalah beberapa kata dituliskan tidak mengikuti standar2 EYD. Seperti ketika Remy menuliskan 'laki-laki' sebagai 'lakilaki'. Beberapa kali saya juga merasa kurang nyaman dengan penulisan awalan 'di' yang menurut saya kurang tepat. Kadang Remy seperti kepleset membedakan bagaimana menuliskan 'di'+tempat (sebagai preposisi) dan 'di'+kata kerja (sebagai imbuhan). Tapi bisa dimaklumi, masih cetakan pertama soalnya. Mungkin setelah ini akan ada revisi sebelum cetakan keduanya diterbitkan.

Ehh, atau sayanya aja yang terlalu soktaw kali yee... Iya sih, saya kan juga masih belajar :)

4 comments:

Anonymous said...

saya sudah baca. bagus kok.
'lam kenal.

denok

Hesti said...

salam kenal juga denok, thanks sudah mampir. linknya kok gak ada ya?

Anonymous said...

hai! jadi ga sabar pengen baca bukunya...
setuju banget, memang sakit mata baca tulisan yang kurang mematuhi EYD, tapi mungkin novelnya memang ditujukan untuk khalayak ramai yang tidak peduli dengan aturan-aturan yang kadang dirasa sebagai penghalang :D

salam kenal juga...

Hesti said...

hi Thanti,
iya di buku ini memang banyak penulisan yang bikin sakit mata:)
tapi bukunya asli asik banget loh!

salam kenal juga.